#EDISI 1
Ananda Nurul Hidayah - PMII Rayon Fakultas Hukum Universitas Jember
Selama pandemik, pola konsumsi masyarakat Indonesia turut berubah. Masyarakat cenderung mengalokasikan keuangannya pada konsumsi barang-barang kebutuhan pokok. Tindakan ini dilakukan sebagai antisipasi terjadinya pembatasan pergerakan manusia, sebaliknya akan terjadi penurunan dalam melakukan kegiatan perjalanan atau pariwisata. Secara keseluruhan, tingkat konsumsi akan cenderung tutun karena harga yang mengalami distorsi akibat biaya transportasi dan logistik barang. Dari sisi produksi, beberapa sektor utama di Indonesia juga terdampak akibat COVID-19, khusunya industri manufaktur. Industri manufaktur atau industri pengolahan, yaitu suatu usaha yang mengolah atau mengubah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi sehingga memiliki nilai tambah, yang dilakukan secara mekanis dengan mesin, ataupun tanpa menggunakan mesin (manual).
Industri manufaktur menyumbang kontribusi sebesar 20% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya. Pada tahun 2018 data dari Badan Pusat Statistik, menunjukkan kontribusi manufaktur ke PDB mencapai 20,5% atau lebih tinggi dari kontribusi rata-rata industri lainnya. Industri manufaktur berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,68% pada 2020-2024. Sektor industri ini, menyumbang kontribusi yang signifikan pada perekonomian Indonesa 19-20 % dan 70% terhadap ekspor Indonesia. Namun, keberlangsungan industri manufaktur di Indonesia kemungkinan akan melambat seiring dengan dengan meningkat kasus COVID-19.
Lesunya industri manufaktur disebabkan oleh kenyataan bahwa mayoritas industri manufaktur di Indonesia masih bergantung pada impor, yang salah satunya berasal dari China. Kegiatan industri di China pun terganggu akibat virus ini. China untuk beberapa kuartal kedepan tampaknya juga akan mengalami kontraksi ekonomi dimana kegiatan industri dan produktivitasnya kemungkinan mengalami penurunan hingga 20% - 25%. Kondisi perekonomian di China kemungkinan hanya tumbuh sekitar 5%. Kondisi ini akan berimplikasi pada kinerja perdagangan Indonesia di tahun ini. Indonesia harus mencari sumber bahan baku atau barang modal dari negara lain, walaupun hal tersebut tidak mudah untuk dilakukan mengingat kendala biaya yang lebih mahal.
McKibbin dan Fernando (2020) membuat tujuh skenario pandemi COVID-19 yang mungkin terjadi. Empat skenario menjabarkan epidemi yang lebih banyak terjadi di China,sementara negara-negara lain menghadapi risiko dari epidemi dan shock ekonomi. Tiga skenario lainnya mendeskripsikan serangan virus sudah menjadi pandemi global yang mempengaruhi seluruh perekonomian. Masing-masing skenario didasarkan atas attack rate yang berkisar antara 10 – 30 persen dan fatality rate (tingkat kematian) berkisar 2 – 3 persen.
Tabel 1. Penurunan PDB tahun 2020 (% deviation from baseline)
Indonesia diperkirakan mengalami potensi penurunan hingga 1,3 persen jika pandemi menjadi seperti yang dijabarkan dalam skenario 4 dan lebih dalam lagi hingga 4,7 persen dalam skenario paling buruk. Ini artinya jika selama ini proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2020 dapat mencapai maksimal 5 persen dengan beberapa kondisi global dan domestik yang optimis, maka pandemi dengan skala yang diasumsikan dalam studi McKibbin and Fernando akan menurunkan pertumbuhan menjadi antara 0,3 - 3,7 persen. Proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tersebut menjadi dasar atas model yang dijalankan. Akibat dari penurunan pertumbuhan ekonomi pada negara-negara tujuan ekspor Indonesia, maka ekspor Indonesia juga akan mengalami penurunan. Ekspor Indonesia secara total mengalami penurunan antara 3% - 14% akibat turunnya permintaan di negara tujuan. Di sisi yang lain, impor kemungkinan mengalami kenaikan antara 1,1% - 6,2% karena produksi lokal yang menurun sementara kebutuhan mungkin semakin meningkat.
Tabel 2 menunjukkan perubahan perdagangan untuk beberapa komoditas utama yang selama ini diperdagangkan oleh Indonesia. Hanya produk pertambangan dan ekstraktif lainnya, serta produk kehutanan dan perikanan yang mencatat kenaikan. Kebanyakan produk akan mengalami penurunan perdagangan, terutama untuk ekspor. Penurunan terbesar kemungkinan akan terjadi pada sektor-sektor manufaktur, termasuk tekstil dan produk tekstil (garmen), serta manufaktur ringan (light manufacturing).
Tabel 2. Perubahan Ekspor dan Impor Indonesia (%)
Pada kegiatan perdagangan, dengan menggunakan model yang dikembangkan oleh McKibbin dan Fernando (2020), pertumbuhan ekspor Indonesia tahun ini diperkirakan akan berada pada kisaran 3 % - 14 %, sedangkan impor diperkirakan akan tumbuh sebesar 1% - 6%. Khusus untuk ekspor, penurunan terbesar kemungkinan akan terjadi pada produk-produk yang berasal dari industri manufaktur, termasuk tekstil dan produk tekstil (garmen).
Melihat betapa krusialnya industri manufaktur terhadap perekonomian Indonesia, maka negara sebagai pemegang otoritas tertinggi harus menyediakan upaya untuk menjaga keberlangsungan industri manufaktur pada masa pandemi. Pembahasan mengenai peranan negara dalam hal ekonomi tidak akan lepas dari bagaimana mengatur aktivitas industri. Salah satu konsep yang muncul dalam kaitan pengaturan aktivitas negara dalam perekonomian nasional adalah adanya kebijakan industri atau industrial policy. Industrial policy mewajibkan adanya peran dari negara dalam mengembangkan industri dalam negeri.
Dalam konteks tanggung jawab negara, industrial policy yang dimaksud ditekankan pada pentingnya peranan negara yang kuat terutama dalam fungsi penyediaan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyatnya. Pengertian industrial policy setidaknya terdiri dari tindakan pemerintah yang secara sengaja mengatur (1) alokasi pasar atas sumber daya di antara sektor-sektor, atau di antara perusahaan dalam satu sektor, atau (2) komposisi struktural dari suatu sektor Beberapa instrumen kebijakan yang ada dalam kebijakan industri antara lain subsidi, insentif pajak, atau utang untuk meningkatkan investasi dalam riset dan pengembangan, modal, atau pelatihan; promosi ekspor; batasan impor; dan konsentrasi industri.Adanya intervensi pemerintah dalam menetapkan kebijakan industri bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan manfaat sosial, terutama dalam bentuk ketersediaan lapangan pekerjaan, dengan mencegah atau mengoreksi kesalahan yang bisa saja atau telah terjadi akibat kegagalan pasar (market failure).
Jika dikaitkan dengan konteks kebijakan industri di Indonesia, dalam artikel ini setidaknya ada lima instrumen yang perlu memperoleh perhatian khusus oleh negara agar mampu meningkatkan kapasitasnya dalam kebijakan industri. Kelima instrumen tersebut antara lain: manufacturing atau pengolahan, riset dan pengembangan, inovasi teknologi, sektor energi, dan sektor pangan. Menurut Naudé, manufakturing merupakan elemen yang penting bukan hanya untuk hasil produktivitas yang lebih tinggi, namun juga kontribusinya terhadap diversitas ekonomi. Sektor manufaktur memerlukan intervensi dari negara agar mampu memberikan manfaat yang positif bagi perekonomian negara, terutama dalam pengendalian hubungan dengan sektor ekonomi lainnya, skala ekonomi yang dinamis, dan penempatan pekerja. Hal-hal ini jika hanya dikendalikan oleh pasar tanpa adanya campur tangan negara, motifnya akan disesuaikan dengan prinsip ekonomi untuk memaksimalkan profit tanpa memperhatikan efek jangka panjang bagi ekonomi makro.
COVID-19 menyebabkan banyak kerugian disetiap lini kehidupan, mulai dari meningkatkan angka mortalitas hingga menyebabkan menurunnya pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Indonesia menjadi salah satu negara yang turut terdampak oleh penyebaran virus ini. Pertumbuhan ekonomi dalam negeripun terganggu stabilitasnya, salah satu sektor krusial yang terdampak yakni Industri manufaktur. Terhambatnya keberlangsungan industri manufaktur telah mempengaruhi pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Dalam situasi demikian, negara berperan penting untuk mencanangkan kebijakan yang mampu mengatasi lesunya industri manufaktur dengan mengoptimalkan potensi ekonomi mikro dan makro dalam negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Kaldor, Nicholas. 1966. Causes of the Slow Rate of Growth of the United Kingdom. Cambridge: Cambridge University Press.
Andi, Ekonomi Industri Indonesia Menuju Negara Industri Baru 2030. (Yogyakarta: Erlangga), 2007.
“Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)”. Centers for Disease Control dan Prevention (CDC). 15 February 2020. Archived from the original on 26 February 2020. Retrieved 20 February 2020.
Yose Rizal Damuri, dan Fajar B. Irawan. Mengukur Dampak COVID-19 pada Pertumbuhan Ekonomi dan Perdagangan Indonesia 2020. CSIS Commentaries DMRU-015. https:// www.csis.or.id/publications/mengukur-dampak-covid-19-pada-pertumbuhan-ekonomi-dan- perdagangan-indonesia-2020
McKibbin, W. J., & Fernando, R. (2020). The global macroeconomic impacts of COVID-19: Seven scenarios.
Lincolin Arsad, Ekonomi Pembangunan Edisi Kelima. (UUP STIMYKPN. Yogyakarta. 2010).
Lane Kenworthy, “Are Industrial Policy and Corporatism Compatible?”, dalam Journal of Public Policy, Vol. 10, No. 3 (Juli – Sept. 1990).
Wim Naudé, “Why Indonesia Needs More Innovative Industrial Policy”, dalam ASEAN Journal of Economics, Management and Accounting, 1 (1).
Komentar
Posting Komentar